Kamis, 06 Mei 2010

seharusnya kau pergi

“Aku nggak tau, maunya kamu itu apa. Udah jelas-jelas Fery itu suka banget sama kamu, sayang dan perhatian. Kenapa sich dia kamu putusin,” tanya Jeni yang nggak habis pikir tentang kelakuan Ega.

“Aku nggak suka sama dia,” jawab Ega lantang
“Kalau kamu nggak suka, kenapa kamu terima dari awal, waktu dia nembak kamu?”
“Yach, aku kan nggak tau sikap dan sifat dia kayak itu. Ternyata udah dijalanin, aku rasa aku nggak cocok aja sama dia”.
“Tapi kan kalian baru sebulan jalan bareng. Kamu butuh waktu Ga, agar kamu tau banyak soal Fery”.
“Duh..... Jen. Waktu sebulan itu cukup lama. Mau berapa lama lagi sich? Lagian aku udah bosan sama dia”.

“Kamu nggak boleh gitu Ga. Fery itu orangnya baik. Salah apa sich dia sama kamu. Pokoknya aku nggak setuju kamu putus sama dia”.
“Lho ... koq jadinya kamu yang sewot. Ya udah, kamu aja yang pacaran sama dia. Atau jangan-jangan kamu tu naksir ya sama Fery, makanya ngebelain dia”.
“Bukan gitu Ga!”
“Lantas?”
“Aku nggak mau kamu kena batunya. Aku ini sahabat kamu. Aku nggak ingin terjadi apa-apa sama kamu”.



“Duh......perhatiannya. Tenang aja Jen, nggak akan terjadi apa-apa sama aku”.
“Iya, aku percaya, Ga. Sejak Irgi pergi dari kamu, kamu tu banyak berubah. Ega yang dulu nggak pernah nyakitin perasaan orang lain, Ega yang selalu setia, Ega yang punta warna hidup”.

“Ach ..... sudah Jen, semua itu masa lalu. Lupakan aja Ega yang dulu meskipun sikap aku udah berubah. Dan aku rasa soal Irgi nggak usah dibahas dech”.
“Tapi Irgi kan yang buat kamu jadi seperti ini Ga. Aku kasian sama kamu”.
“Kamu nggak perlu kasiani aku, aku nggak papa Jen”.
“Kamu nggak perlu bohong Ga. Kamu tu menderita karena orang yang paling kamu sayangi ningalin kamu tanpa membuat keputusan apapun. Aku kenal baik sama kamu Ga. Aku ingin kamu lupain Irgi”.

Ega terdiam. Sejurus diresapinya kata-kata Jeni barusan. Jeni memang benar, Ega harus membuang jauh-jauh masa lalu dan membuka kehidupan untuk kebahagiaan. Irwan, Doni, Jay, Boy, Tomi dan Fery salah apa mereka?
Tanpa diduga oleh Jeni, Ega memeluknya dengan erat. Gadis itu menangis di pelukan sahabatnya.

“Tapi aku nggak bisa Jen. Aku nggak bisa lupain Irgi. Aku cinta mati sama dia,” ujar Ega disela isaknya.
“Ss ....sst, kamu pasti bisa. Ingat Ega, cinta sejati itu adalah cinta kepada Tuhan. Kamu coba ya .....”.

Ega nuruti anjuran Jeni untuk menerima Fery kembali. Memang dia sayang banget sama Ega. Ega berharap keputusan yang diambilnya kali ini bukan merupakan kesalahan seperti yang dilakukannya saat dia menerima Irgi.

Biarpun Fery udah begitu baiknya, Ega tetap aja belum bisa menerima Fery sepenuhnya menjadi bagian dari kehidupannya. Menurutnya, posisi Irgi belum bisa digantikan oleh siapapun termasuk Fery. Fery ngajak Ega ke sebuah cafe. Suasana cafe yang cukup romantis pas benar pilihan Fery untuk mengungkapkan semua perasaannya ke Ega.
“Ga, aku nggak tau dan entah apalagi yang bisa aku lakukan untuk yakini kamu, kalau aku benar-benar serius sama kamu. Aku ngerti kok, kalau hati kamu bukan untuk aku. Aku nggak bisa mengantikan posisi Irgi di hati kamu”.
“Irgi...? Kok kamu tau?”

“Jeni udah cerita banyak tentang kamu. Maaf, mungkin aku terlalu lancang tau soal kamu. Tapi ini aku lakukan karena aku bingung dengan sikap kamu. Kita sudah hampir dua bulan pacaran, tapi nggak seperti orang pacaran lazimnya. Aku sadar Ga, aku nggak akan bisa bahagiakan kamu”.

Fery menarik napas dalam-dalam. “Aku nggak peduli perasaan kamu ke aku seperti apa, tapi kamu harus tau aku benar-benar sayang sama kamu, aku cinta sama kamu, Ga.
Streett....!! tanpa diduga jus tomat Ega tumpah, sehingga membasahi jeans yang dikenakan Ega.

“Kok bisa gini Ga? Kamu sich melamun aja,” kata Fery sembari membersihkan celana Ega dengan tissue. Ega membiarkan Fery melakukan itu. Nggak biasanya dia seperti itu.
“Dah selesai,” kata Fery.
Ega kaget. Berarti dari tadi Fery membersihkan celananya, Ega terus melamun.
“Thanks ya Fer. Duh .. jadi nggak enak nich”.
“Nggak apa-apa Ga”.

“Aku ke toilet sebentar ya Fer”.
Ega ke toilet yang berada di sebelah kanan pintu keluar.
“Oh Tuhan...., kenapa aku selalu deg-degan terus bila dekat sama Fery, padahal sebelaumnya nggak gitu. Dia baik banget, aku nggak tega kalau nyakitin dia. Mungkin Jeni benar, aku harus menerima Fery jadi soulmateku, dan aku akan berusaha belajar mencintainya,” pikir Ega dalam hati.
Pas mau masuk ke toilet, tiba-tiba mata Ega terbentur dengan sosok yang nggak asing lagi buatnya.
“Irgi ....?”
“Ega......kenapa ada di sini?”
“Kamu sendiri? Aku lagi makan bareng sama teman”.
“Dengan siapa kemari? Dengan pacar kamu?”
Bussyet Irgi ngeledek atau serius.
“Nggak, teman.”
“Kamu masih sendiri Ga?”
“He eh”.
“Sama donk kalau gitu”.
“Kenapa ya aku nggak ngerasain hal yang sama pada Irgi seperti yang aku rasakan waktu dengan Fery,” pikirku
“Berarti aku bisa donk jalan lagi sama kamu,” tanya Irgi.
Ega bingung dengan pertanyaan Irgi barusan.
“Boleh”.
“Ga, aku cabut dulu, teman-teman nunggu tuh...”.

***

“Jen, gimana nich? Ntar malam Irgi ngajak aku kencan.”
“Kencan apaan?”
“Jen, aku bingung banget. Tau nggak, dia ngajak aku balikan”.
“Nggak bisa Ga. Aku nggak setuju”.
“Tapi aku masih sayang sama dia. Dia nggak berubah Jen. Lagian kami kan belum putus”.
“Kamu tu gila ya Ga. Irgi tu udah ninggalin kamu, terus sekerang dia ngajakin kamu pacaran lagi. Kamu tu jangan bego Ga”.
“Tapi aku senang kalau bisa jalan sama dia lagi. Masalahnya Fery, Jen. Gimana Fery?”
“Aku nggak bisa bantu kamu soal ini. Aku nggak ikut dalam perbuatan konyol kamu”.
“Ya udahlah, Jen”.
Jeni ninggalin Ega. Sementara Ega masa bodoh dengan omongan Jeni.
Malamnya Irgi menjemput Ega. Irgi membawa Ega ke tempat yang nggak kalah romantisnya dengan waktu Fery ngajak Ega.
“Ga, aku minta maaf”.

“Soal apa?”
“Aku tau, mungkin permintaan maaf aku ini nggak cukup buat nebus kesalahan aku sama kamu. Aku ninggalin kamu gitu aja,” hati-hati Irgi melanjutkan kata-katanya.
“Waktu itu aku nggak tega mutusin kamu, makanya aku pergi ninggalin kamu”.
Ega terdiam, kegetiran menyelimuti perasaannya. Luka lamanya tertoreh kembali oleh perkataan Irgi yang mengingatkannya pada penderitaan yang ia rasakan sepeninggalan Irgi darinya.

“Ga, maafin aku. Sebenarnya waktu kita masih pacaran dulu, aku udah menjalin hubungan dengan cewek lain, namanya Nela. Aku membandingkan kamu dengan Nela, dengan tujuan ingin mencari yang terbaik diantara kalian berdua. Dengan Nela aku mendapatkan sesuatu yang nggak aku dapat dari kamu. Makanya aku putuskan bahwa Nela adalah pilihan hatiku”.
Air mata yang indah ditahan Ega dari tadi nggak bisa lagi diajak kompromi, kini bergulir di kedua pipinya.

“Aku pergi dari kehidupan kamu dengan harapan aku bisa bahagia dengan Nela. Tapi kenyataannya lain, Nela nggak cuma milik aku, dia juga milik cowok-cowok lain. Sejak aku tau Nela seperti itu, aku putus sama dia, dan setelah itu aku kesepian. Waktu itu aku sempat berpikir untuk kembali sama kamu, tapi aku takut kamu nggak mau menerima aku. Akhirnya kita bertemu di cafe itu. Waktu itu semangat dan keberanianku muncul, karena aku yakin dari tatapan mata kamu, masih ada cinta buat aku,” kata Irgi.
Ega mengatur napas. Tampaknya sulit untuk bicara, karena isakan tangis.

“Aku nggak bisa, Ir”.
“Kenapa?” Irgi terkejut dengan ucapan Ega yang nggak pernah dia duga.
“Aku ingin mencari kebahagiaan seperti halnya kamu. Dan aku rasa kebahagiaan itu nggak aku dapatkan dari kamu, tapi dari orang lain.”
“Siapa orang itu, Ga”.
“Kamu nggak perlu tau siapa dia”.
“Tapi aku yakin, Ga, kamu hanya cinta sama aku.”
“Kamu benar, Ir. Aku memang sangat cinta sama kamu, dan aku sulit untuk ngelupain kamu, tetapi bukan berarti aku nggak bisa melupakan kamu.”
“Tapi gimana dengan aku, Ga. Kamu harus mikirin aku donk!”
“Waktu kamu ninggalin aku, kamu pernah mikir nggak dengan perasaan aku. Nggak pernah kan, Ir?”
“Tapi ....”
“Ir, serbaiknya kamu lupain semua tentang kita. Itu semua masa lalu, dan aku rasa nggak seharusnya kamu ada di sini, aku nggak mengharapkan kehadiran kamu. Pergilah Ir, kamu harus mencari cinta kamu, karena cinta kamu bukan aku.
***
“Hei .....ngelamun terus. Tuh Fery nungguin di bawah, Ga. Kayaknya dia ada sesuatu untuk kamu,” Jeni mengejutkan Ega, sehingga lamunannya berhamburan entah kemana.
“Apa....?”
“Nggak tau. Lihat aja sendiri”.
“Apaan nich Fer?”
“Ntar aja dibuka”.
“Makasih ya”.
Seharian Ega berduaan sama Fery ngerayaan ultahnya Ega yang ke 21. Ega mulai suka sama Fery. Ega nggak sia-sia belajar mencintai dia, karena sekarang Ega memang cinta sama dia.
“Oh ya, Ga, handphone kamu ketinggalan. Tadi aku lihat ada satu missed call dan satu message. Coba lihat”.
Ega meraih handphone di tempat tidurnya. Satu nomor baru, ada satu pesan lagi.
“Selamat Ulang Tahun Ega,” tulis Irgi di handphone itu.

penantian terakhir

"hai...!!!!!" huaaaaaa...!!!Raka benar-benar kaget saat Karish tiba-tiba muncul dihadapannya."lu lagi, lu lagi" sungutnya kesal. "gimana kabar kakak hari ini?" tanya Karish ramah, seperti biasanya. "mo gw sakit, mo gw mati tu bukan urusan elu" dengusnya ketus. Karish mengikuti langkah Raka dari belakang. "ngapain sih lu ikutin gw?? muak tau g' tiap hari yang gw liat pertama kali tu muka elu!!!" semprotnya tanpa ampun. "Karish cuma ingin selalu dekat kakak di akhir hayat Karish..." jawab Karish selalu. sudah setahun ini, tiap hari Karish selalu menunggu Raka lewat di taman. tak peduli panas menyengat kulit ataupun hujan deras, Karish selalu menanti dan menanti. walau yang ia dengar pertama kali adalah kata-kata kasar bahkan makian, Karish tak peduli. semua ia terima hanya untuk menemani Raka pulang. namun hingga kini, Raka tak pernah merasa tersentuh oleh sikap Karish. pernah suatu hari Karish menunggu Raka hingga larut malam. hingga akhirnya Karish tertidur di bangku taman dan tak sempat melihat Raka lewat. sebenarnya Raka sengaja pulang malam agar tidak bertemu Karish, tapi ternyata Karish terlalu setia menanti kedatangan Raka.siang itu, seprti biasa Karish sudah duduk di bangku taman menanti Raka lewat. tak lama Raka melintas."siang kak Raka...." sapa Karish pelan."lu lagi....." Raka tak jadi melanjutkan kata-kata kasarnya saat melihat Karish agak lemas. "napa lu? mo mati ya? syukur deh kalo lu mati ga kan ada yang ganggu gw lagi!!" ucap Raka dengan tersenyum sinis. kemarin Karish nunggu kakak sampe malam jadi Karish agak kurang enak badan", jawab Karish polos. rasain lu, emang enak gw kerjain. bathin Raka. setelah sampai di depan rumah Raka barulah Karish berhenti melangkah dan pergi saat Raka masuk rumah. tak pernah sekalipun Raka menawari Karish untuk istirahat sejenak apalagi menawarinya masuk ke rumah."siapa tu, Ka?" tanya mamanya saat Raka baru masuk rumah. "ah, orang gila, ma", jawab Raka sekenanya. "orang gila koq tiap hari nganterin kamu pulang? mama lihat dia lemes gitu, apa dia sakit?", tanya mamanya lagi. "Raka ga tau, ma. lagian buat apa sih nanya-nanya orang ga penting kayak dia", sahut Raka sambil ngeloyor masuk kamarnya.sudah dua hari ini Raka tak melihat Karish menunggunya di dekat taman. semula hatinya sangat senang karena tidak ada yang mengikutinya hingga ke rumah. tapi lambat laun, Raka merasa kesepian juga. hatinya bertanya-tanya, kemana perginya cewek itu. tanpa terasa, rasa penyesalan mulai tumbuh di hati kecilnya. bagaimana mungkin selama setahun ia bisa mengacuhkan kehadiran Karish. apa salah Karish? tiap hari Raka semakin gelisah dan gelisah. apa yang terjadi pada Karish? kini tiap ia melintasi taman, ia selalu berharap Karish duduk di bangku taman menantinya seperti dulu. tapi Karish tak lagi muncul.bahkan, Raka kini sering menanti di bangku yang tiap hari diduduki Karish. dan tetap berharap Karish akan menghampirinya ataupun sekedar lewat di depannya. tanpa sadar, rasa rindu menyeruak dalam hatinya. dan penyesalannya makin menjadi di hari ketiga puluh penantiannya. tak terasa sudah sebulan ia menanti Karish. betapa berat ia rasakan penantian itu. dan kini ia mengagumi ketabahan Karish menanti dirinya dulu selama lebih dari setahun hanya untuk menemaninya pulang. walau Raka seringkali membentaknya, seakan tak pernah meruntuhkan kesetiaannya untuk terus menanti Raka."Karish, kamu dimana?" tanya Raka lirih. ia berusaha tidur malam ini, tapi sediktpun matanya tak bisa terpejam. pikirannya melayang-layang memikirkan Karish. setelah lelah berpikir, akhirnya Raka tertidur...tiba-tiba Raka terbangun, ia bermimpi pertemuan terakhirnya denagan Karish dan hanya satu kalimat Karish yang membuat Raka tertegun: "Karish cuma ingin selalu dekat kakak di akhir hayat Karish..." apa maksud perkataan Karish itu? gejolak bathinnya makin tak menentu. malam itu juga, Raka kembali di bangku taman. perasaannya makin tak karuan. ia takut terjadi apa-apa pada Karish. "Karish kamu dimana........?" teriaknya di tengah gelap malam.sepi. dan tak ada jawaban. hanya suara hewan malam tak perduli keadaan sekelilingnya. akhirnya pagi menjelang dan Raka tersadar dari tidurnya. rupanya ia tertidur di bangku taman itu. sinar matahari yang lembut menyambutnya. hatinya kembali gundah manakala ingat ia pernah membiarkan Karish tidur di bangku taman ini dulu. Raka sudah siap melangkahkan kaki saat ia melihat secarik kertas menyelip di antara celah bangku taman. ia duduk kembali dan mengambil kertas itu. dengan perlahan ia membaca tulisan di dalamnya. ternyata isinya adalah surat yang ditulis Karish satu bulan yang lalu. isinya amat singkat, namun sangat berarti untuk Raka.yang tersayang. kak Raka.sudah setahun Karish menanti kakak di bangku taman ini. dan selama itu pula Karish habiskan sisa hidup Karish untuk kakak. hanya untuk kakak. walau kakak tak pernah menganggap Karish ada tapi Karish selalu menyayangi kakak. jika umur Karish panjang, ingin rasanya Karish menanti kadatangan kakak hingga kakak mau menyapa Karish tapi apa daya waktu Karish yang tak panjang. jika Karish tak mampu lagi menemui kakak, temuilah Karish di belakang masjid as-salam di dekat taman ini. yang selalu menantimu Karishsegera Raka berlari mencari masjid yang dimaksud Karish, dan setelah ia menemukannya ternyata yang tampak adalah kawasan makam. terletak pas dibelakang masjid terdapat gundukan makam yang masih baru. seakan ada yang menuntunnya, Raka mendekati makam itu. dan betapa terkejutnya ia saat ia membaca papan nisan yang tertancap disana. Karishma Rahayu.tanpa sadar meneteslah air mata Raka. dengan bersimpuh ia duduk di samping makam Karish."maafin gw, Karish. maafin gw...." ucapnya getir.kini setiap hari, Raka selalu datang mengunjungi makam Karish dengan membawakan seikat mawar. setiap hari, hingga waktu tak mengijinkannya untuk melangkah lagi mengunjungi Karish.